Sometimes you need advice, Ask a teacher to solve your problems.

Make a Difference with education, and be the best.

Putting Children First. Preparing Children For Success In Life

How you can get top grades, to get a best job.

Latest Posts

Wednesday, 17 September 2025

Tawaran Israel ke Suriah: Damai atau “Tes Ombak”?

Admin
Israel baru-baru ini menarik perhatian media internasional melalui bocoran laporan Axios mengenai proposal perjanjian keamanan baru dengan Suriah. Namun, sejumlah indikasi menunjukkan bahwa langkah ini kemungkinan besar lebih bersifat uji reaksi daripada keseriusan untuk damai.

Cara proposal ini muncul menjadi sorotan pertama. Bukannya melalui jalur diplomatik resmi, tawaran itu justru bocor ke media. Pengamat menilai, jika Israel benar-benar ingin menegosiasikan damai, komunikasi formal melalui saluran diplomatik akan lebih tepat dan kredibel.

Momentum peluncuran proposal juga dianggap sensitif. Tawaran muncul setelah gejolak di Suwaida, sementara kondisi Suriah secara keseluruhan masih rapuh akibat konflik panjang serta posisi SDF Kurdi yang mengeras. Hal ini membuat banyak pihak menilai Israel ingin mengukur kelemahan Damaskus sebelum mengambil langkah lebih nyata.

Model perjanjian yang diajukan Israel pun menuai kritik. Tawaran tersebut mengacu pada kerangka Camp David, tetapi tidak menyertakan elemen kunci seperti pengembalian wilayah penuh. Ketidakseimbangan ini menimbulkan kesan tawaran lebih simbolis daripada substansial.

Dukungan internasional terhadap proposal Israel juga minim. Berbeda dengan perjanjian Mesir-Israel 1979 yang dijamin AS dan didukung bantuan besar, proposal saat ini tidak disertai jaminan kuat dari negara besar manapun.

Respons Suriah sengaja dibiarkan kosong. Israel memanfaatkan diam Damaskus sebagai narasi bahwa pihaknya telah menawarkan perdamaian, tetapi ditolak. Strategi ini menekankan citra Israel sebagai pihak terbuka untuk dialog, sekaligus menekan opini internasional.

Selain itu, analisis pakar menunjukkan bahwa bocoran media dapat menjadi alat propaganda. Dengan menampilkan tawaran damai di publik, Israel bisa menciptakan kesan bahwa pihaknya ingin damai, sementara kebijakan sebenarnya tetap agresif.

Sejumlah pengamat menilai, langkah ini juga berfungsi untuk mengukur reaksi Rusia dan Iran, yang merupakan aktor utama di Suriah. Bagaimana Damaskus merespons dapat memberi Israel dan sekutunya gambaran mengenai tekanan geopolitik yang mungkin muncul.

Konflik di Suwaida baru-baru ini menjadi konteks tambahan. Kerusuhan lokal memberi Israel alasan untuk menguji respons Suriah terhadap tekanan eksternal tanpa terlibat langsung.

Tawaran ini juga bisa dimaknai sebagai strategi psikologis. Dengan menyebarkan ide adanya kesediaan dialog, Israel bisa memengaruhi opini publik internasional dan menekan Damaskus untuk membuat konsesi kecil tanpa benar-benar menyetujui perjanjian besar.

Sejarah hubungan Israel-Suriah juga memperkuat pandangan skeptis. Konflik wilayah Golan Heights belum terselesaikan sejak 1967, dan upaya negosiasi sebelumnya selalu menemui jalan buntu. Ini membuat tawaran terbaru tampak sebagai taktik diplomasi yang berhati-hati, bukan langkah tulus.

Elemen propaganda juga tercermin dari penekanan pada keamanan. Proposal disebut sebagai “perjanjian keamanan baru,” tetapi aspek keamanan itu sendiri ambigu. Tidak jelas apakah mencakup perbatasan, basis militer, atau kontrol wilayah strategis lain.

Beberapa analis menyoroti bahwa strategi ini juga bisa untuk menarik perhatian media internasional. Dengan bocoran yang viral, Israel mendapatkan liputan positif sebagai pihak yang pro-damai, meski implementasi di lapangan minim.

Perbandingan dengan Camp David 1979 memperlihatkan perbedaan besar. Perjanjian Mesir-Israel didukung penuh AS dan memberi Mesir kompensasi ekonomi besar, sementara tawaran Israel saat ini tidak memiliki insentif serupa.

Strategi “tes ombak” seperti ini juga memungkinkan Israel menguji batas diplomasi Suriah. Jika Damaskus menolak, Israel tetap bisa menampilkan diri sebagai pihak yang bersedia berdamai, menjaga citra internasionalnya.

Selain itu, tawaran ini mungkin dimaksudkan untuk memantau reaksi publik Suriah dan regional, termasuk bagaimana negara-negara Arab dan Turki merespons potensi normalisasi hubungan.

Keberadaan Rusia dan Iran sebagai aktor kuat di Suriah menambah kompleksitas. Tawaran Israel kemungkinan juga untuk melihat posisi mereka sebelum melakukan langkah yang lebih konkret di Golan Heights.

Pakar keamanan menyebut, strategi ini bukan hal baru. Israel kerap menggunakan diplomasi publik untuk memanipulasi persepsi dunia, sementara negosiasi resmi tetap minimal atau stagnan.

Kesimpulannya, proposal Israel lebih banyak berfungsi sebagai alat propaganda dan uji reaksi Suriah, bukan sebagai langkah nyata menuju perdamaian. Diamnya Damaskus memperkuat narasi ini.

Dengan konteks konflik yang masih panjang, pengamat menilai bahwa tawaran ini hanya awal dari serangkaian langkah diplomasi publik, bukan pembukaan jalur perdamaian substansial. Israel tetap mempertahankan posisi strategisnya, sementara Suriah dan sekutunya terus mengamati.

Monday, 15 September 2025

Masjid Punjab India: Antara Sejarah dan Harapan

Admin


Sejarah panjang Punjab sebagai jantung peradaban India Utara menyisakan banyak peninggalan berharga. Di antara peninggalan itu, masjid menjadi saksi bisu perjalanan agama, politik, dan budaya masyarakatnya. Namun sejak pemisahan India dan Pakistan tahun 1947, kondisi masjid-masjid di Punjab India berubah drastis. Banyak di antaranya masih berdiri, tetapi tak sedikit pula yang terbengkalai atau beralih fungsi menjadi bangunan lain.

Di masa kolonial Inggris, Punjab Britania dikenal sebagai kawasan dengan komposisi agama yang beragam. Muslim menjadi mayoritas, disusul Hindu dan Sikh dalam jumlah besar. Masjid tersebar di desa-desa, kota kecil, hingga pusat pemerintahan. Suasana itu berubah drastis ketika India dan Pakistan dipisahkan. Muslim dalam jumlah besar memilih pindah ke Pakistan Barat, sementara Hindu dan Sikh berbondong-bondong ke India. Migrasi massal ini mengubah wajah demografi Punjab India selamanya.

Di Punjab India pasca-1947, jumlah Muslim turun drastis hingga tersisa hanya sekitar dua persen. Dengan komunitas yang semakin kecil, kebutuhan masjid pun menyusut. Banyak masjid lama tidak lagi memiliki jamaah tetap. Seiring waktu, sejumlah masjid dibiarkan kosong, terbengkalai, bahkan berubah fungsi.

Namun tidak semua masjid kehilangan perannya. Jama Masjid Ludhiana, misalnya, hingga kini masih aktif digunakan. Masjid ini bahkan menjadi salah satu yang terbesar di Punjab India. Dibangun pada abad ke-19 atas inisiatif Maharaja Ranjit Singh, masjid ini menunjukkan jejak toleransi di masa lalu.

Kisah serupa dapat ditemukan di Malerkotla, satu-satunya wilayah di Punjab India yang mayoritas Muslim. Malerkotla selamat dari kekerasan Partition dan tetap menjadi pusat Islam di Punjab. Jama Masjid Malerkotla masih berdiri megah, menjadi pusat ibadah sekaligus identitas komunitas Muslim di wilayah itu.

Patiala juga memiliki warisan penting dalam bentuk Shahi Jama Masjid. Masjid yang berdiri sejak abad ke-17 ini dipugar oleh penguasa Patiala dan tetap menjadi pusat ibadah hingga kini. Keberadaannya menandakan bahwa meski komunitas Muslim kecil, tradisi dan jejak sejarah Islam di Punjab India masih terjaga.

Namun kisah tidak seindah itu di daerah lain. Di Sirhind, Fatehgarh Sahib, masjid-masjid peninggalan Mughal kini banyak yang kosong. Kota yang dahulu dikenal sebagai pusat pendidikan Islam itu kini hanya menyisakan beberapa bangunan masjid yang rusak atau jarang dipakai.

Kondisi serupa juga terjadi di Kapurthala. Masjid yang dahulu dibangun para Nawab setempat kini kehilangan fungsinya. Sebagian hanya menjadi bangunan tua yang terabaikan, tanpa jamaah, tanpa pemeliharaan, hanya tinggal dinding yang mengingatkan pada masa lalu.

Yang lebih kompleks, di banyak desa sekitar Amritsar dan Gurdaspur, masjid bahkan diubah menjadi kuil Hindu atau gurdwara Sikh. Transformasi ini terjadi karena setelah 1947 desa-desa tersebut tidak lagi memiliki penduduk Muslim. Bangunan masjid yang kosong kemudian dimanfaatkan masyarakat mayoritas untuk fungsi keagamaan mereka.

Di Jalandhar dan Hoshiarpur, cerita lain muncul. Masjid-masjid kecil berubah fungsi menjadi gudang, balai desa, atau rumah pribadi. Perubahan ini terjadi karena tidak ada lembaga yang menjaga aset wakaf, sementara kebutuhan warga desa akan ruang publik atau bangunan baru terus meningkat.

Secara hukum, sebenarnya masjid-masjid ini berada di bawah pengelolaan Waqf Board. Namun lemahnya dokumentasi membuat banyak masjid tidak tercatat resmi. Akibatnya, sulit bagi komunitas Muslim kecil di Punjab India untuk menuntut pengembalian. Upaya hukum kerap terhambat oleh politik identitas dan sensitivitas antaragama.

Di India, isu pengembalian masjid memang sangat sensitif. Persoalan Gyanvapi Masjid di Varanasi dan Masjid Shahi Idgah di Mathura memperlihatkan bagaimana klaim sejarah bisa berubah menjadi sengketa berkepanjangan. Pemerintah India pun berhati-hati agar perdebatan soal masjid tidak memicu kerusuhan besar.

Namun bagi komunitas Muslim Punjab, masjid-masjid bersejarah tetap menyimpan nilai simbolis. Mereka bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga tanda keberadaan dan warisan budaya Islam di kawasan yang pernah dikenal sebagai pusat kosmopolitan.

Sejumlah aktivis Muslim dan sejarawan kini mendorong agar masjid-masjid tua di Punjab India dipugar sebagai situs budaya. Mereka menekankan bahwa pelestarian tidak semata demi kepentingan agama, tetapi juga demi menjaga sejarah dan identitas multikultural Punjab.

Upaya serupa sudah dilakukan di beberapa tempat. Di Ludhiana, renovasi Jama Masjid mendapat dukungan pemerintah lokal. Di Malerkotla, masjid-masjid dijaga dengan ketat dan dirawat oleh komunitas setempat. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa pelestarian bisa dilakukan bila ada dukungan politik dan sosial.

Meski begitu, jalan menuju pengembalian masjid yang telah berubah fungsi tetap berliku. Banyak bangunan sudah lama dipakai sebagai kuil atau gurdwara, sehingga pengembalian dapat menimbulkan ketegangan. Pemerintah dan lembaga agama lebih memilih pendekatan kompromi ketimbang membuka luka lama.

Sejarah panjang Punjab memang rumit. Wilayah ini pernah menjadi rumah bagi Muslim, Hindu, dan Sikh dalam jumlah besar, sebelum terbelah akibat politik kolonial dan Partition. Masjid yang kini terbengkalai adalah cerminan nyata bagaimana politik dan migrasi massal bisa mengubah lanskap sosial-budaya sebuah wilayah.

Pertanyaan apakah masjid-masjid itu bisa dikembalikan pada dasarnya menyentuh soal keadilan sejarah. Namun praktik politik dan realitas demografi membuat jawaban lebih sering bersifat pragmatis. Selama Muslim tetap minoritas kecil di Punjab India, sulit membayangkan banyak masjid lama kembali ke fungsi semula.

Yang mungkin dilakukan adalah memperlakukan masjid-masjid itu sebagai warisan budaya bersama. Dengan cara itu, mereka tidak lagi sekadar dipandang sebagai simbol agama tertentu, melainkan bagian dari memori kolektif Punjab yang plural.

Di tengah dinamika politik India modern, harapan itu mungkin terdengar idealis. Tetapi tanpa usaha pelestarian, masjid-masjid bersejarah di Punjab India hanya akan menjadi reruntuhan, kehilangan makna, dan akhirnya hilang dari ingatan generasi mendatang.

Kesimpulan

๐Ÿ“Œ Kondisi masjid di Punjab India pasca-1947:

Setelah pemisahan India–Pakistan, mayoritas Muslim di Punjab India pindah ke Pakistan. Akibatnya, banyak masjid di desa-desa dan kota kecil kosong karena tidak ada jamaah.

Seiring waktu, sebagian masjid:

Terbengkalai dan rusak.

Diambil alih oleh warga sekitar (Hindu atau Sikh) lalu dijadikan kuil, gurdwara, atau bangunan umum.

Sebagian lagi masih berdiri, tapi jarang dipakai.

Saat ini, jumlah Muslim di Punjab India relatif kecil (sekitar 2%), sehingga kebutuhan masjid pun terbatas.

๐Ÿ“Œ Apakah bisa dikembalikan?

Secara hukum, di India ada lembaga bernama Waqf Board yang mengurus properti Muslim (masjid, tanah wakaf, dll). Kalau sebuah masjid tercatat resmi sebagai aset wakaf, secara teori bisa dituntut untuk dikembalikan.

Namun realitasnya sulit, karena:

Banyak masjid tidak tercatat resmi di arsip wakaf.

Sudah berubah fungsi puluhan tahun (jadi kuil, sekolah, gudang, dll).

Kalau dipaksa dikembalikan, sering memicu konflik komunal.

๐Ÿ“Œ Contoh kasus serupa:

Di Uttar Pradesh dan Delhi juga ada perdebatan soal masjid lama (misalnya Masjid Gyanvapi di Varanasi, Masjid Shahi Idgah di Mathura). Kasus ini bahkan masuk pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.

Pemerintah India umumnya sangat hati-hati, karena khawatir kerusuhan besar.

๐Ÿ“Œ Kesimpulan:

Secara teori, masjid-masjid di Punjab India bisa dikembalikan kalau masih tercatat di Waqf Board dan ada komunitas Muslim yang aktif memperjuangkannya. Tapi secara praktik, sangat sulit, karena faktor sejarah, politik, dan minimnya populasi Muslim di Punjab India.

๐Ÿ” Fakta-fakta terkait properti Waqf di India dan Punjab

1. Di seluruh India, tercatat ada sekitar 872.852 properti Waqf yang terdaftar di database Waqf Management System of India (WAMSI). 

2. Dari jumlah tersebut, masjid-masjid mencapai sekitar 119.200 properti, yakni sekitar 14% dari total aset Waqf. 

3. Di Punjab khususnya, tercatat ada sekitar 75.511 – 75.965 properti Waqf. 

4. Dari jumlah properti Waqf di Punjab, ada banyak yang dilaporkan “encroached” (dikuasai secara ilegal) atau statusnya dipersengketakan. 

Misalnya, laporan menyebut bahwa di Punjab ada 5.610 properti Waqf yang sedang terkena perkara “encroachment”. 

Juga disebut bahwa dari 75.511 properti Waqf di Punjab, 56,5% berada dalam status “encroached” atau dipersengketakan. 

⚠️ Kesimpulan dari data

Dari angka-angka tersebut kita bisa simpulkan bahwa sejumlah masjid / properti Waqf di Punjab ada yang tidak aktif, terbengkalai, atau telah berubah fungsi, setidaknya secara tidak resmi atau dipersengketakan, karena:

Tidak semua properti Waqf digunakan secara aktif untuk ibadah. Beberapa termasuk masjid, tapi bisa juga termasuk tanah, rumah, toko, kuburan, dsb. 

Properti “encroached” berarti digunakan oleh pihak lain atau statusnya dipertanyakan, yang bisa berarti tidak terawat, tidak digunakan sebagaimana mestinya, atau telah berubah fungsi. 

Karena dokumentasi yang kurang lengkap, banyak properti tidak memiliki catatan kepemilikan yang jelas atau tidak tercatat dengan baik dalam portal baru. 

Baca selanjutnya

Sunday, 14 September 2025

Evaluasi Kementerian Urusan Pengungsi Jadi Keharusan di Suriah

Admin

Krisis Suriah yang berlangsung lebih dari satu dekade telah melahirkan salah satu tragedi kemanusiaan terbesar abad ini, yakni eksodus jutaan pengungsi. Dari kamp pengungsian di perbatasan Turki, Lebanon, hingga Yordania, kehidupan para pengungsi Suriah menggambarkan luka panjang konflik yang belum kunjung sembuh. Dalam situasi ini, kementerian yang bertanggung jawab terhadap urusan pengungsi perlu terus dievaluasi agar mandatnya benar-benar berpihak pada mereka yang kehilangan rumah dan masa depan.

Selama konflik, isu pengungsi selalu menjadi inti permasalahan yang paling rumit. Meskipun berbagai konferensi internasional membicarakan rekonstruksi Suriah, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa jutaan orang masih hidup dalam kondisi serba darurat. Kementerian urusan pengungsi harus mampu bertransformasi dari sekadar lembaga administratif menjadi motor utama solusi jangka panjang.

Prioritas yang tidak bisa ditunda lagi adalah pembenahan kamp pengungsi. Banyak kamp berdiri secara darurat dengan fasilitas seadanya, sehingga jauh dari standar kehidupan layak. Air bersih, sanitasi, listrik, hingga fasilitas pendidikan sering kali minim. Jika belum ada alternatif nyata berupa pemulangan aman ke kampung halaman atau penyediaan rumah permanen, kamp pengungsi harus ditata kembali agar setidaknya manusiawi.

Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa dalam sebuah wawancara menekankan pentingnya membaca kritik, meskipun menyakitkan. Pandangan ini sangat relevan dalam konteks kebijakan pengungsi. Kritik dari organisasi kemanusiaan dan lembaga internasional seharusnya dipandang sebagai masukan untuk memperbaiki kondisi yang masih jauh dari harapan.

Sikap terbuka terhadap kritik akan mendorong kementerian terkait untuk lebih responsif terhadap kebutuhan nyata pengungsi. Misalnya, memperbaiki distribusi bantuan, mempercepat pembangunan infrastruktur dasar di kamp, dan menutup celah birokrasi yang menghambat layanan dasar.

Evaluasi terhadap kementerian juga menyangkut efektivitas penggunaan anggaran. Dalam banyak laporan, bantuan internasional kerap terhambat di level administrasi atau tidak sepenuhnya sampai ke pengungsi. Transparansi harus menjadi kata kunci agar setiap dana benar-benar sampai pada mereka yang membutuhkan.

Selain itu, kementerian harus berkolaborasi lebih erat dengan badan-badan internasional seperti UNHCR. Kolaborasi bukan hanya dalam bentuk penyaluran bantuan, tetapi juga dalam merancang skema jangka panjang untuk pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi pengungsi.

Pengungsi Suriah bukan hanya angka statistik, mereka adalah individu dengan hak untuk hidup layak. Oleh karena itu, kementerian terkait wajib mengedepankan pendekatan berbasis hak asasi manusia, bukan sekadar kebijakan penampungan.

Kamp pengungsi harus mulai diperlakukan sebagai komunitas sementara yang tetap membutuhkan investasi sosial. Sekolah darurat harus ditingkatkan menjadi institusi pendidikan yang memadai. Klinik lapangan harus diperluas agar mampu menangani kebutuhan medis sehari-hari, bukan sekadar keadaan darurat.

Jika kementerian gagal dalam fungsi ini, maka generasi pengungsi Suriah berisiko tumbuh tanpa pendidikan dan kesehatan yang layak. Ini akan menambah lapisan masalah baru, bukan hanya bagi Suriah, tetapi juga bagi kawasan.

Dalam jangka panjang, repatriasi atau pemulangan ke kampung halaman memang menjadi tujuan utama. Namun, realitas keamanan di banyak wilayah Suriah masih belum memungkinkan. Karena itu, kementerian harus menyeimbangkan wacana pemulangan dengan fakta di lapangan, tanpa memaksakan kebijakan yang justru berbahaya bagi pengungsi.

Sebagian negara tetangga mulai mengalami tekanan sosial akibat beban pengungsi yang besar. Hal ini menjadi pengingat bahwa masalah pengungsi Suriah bukan hanya tanggung jawab internasional, tetapi juga harus ditangani serius oleh kementerian dalam negeri Suriah sendiri.

Pembenahan kamp pengungsi juga penting untuk menjaga stabilitas sosial. Kehidupan dalam kondisi penuh kekurangan bisa memicu ketegangan, kriminalitas, atau bahkan menjadi lahan subur bagi perekrutan kelompok radikal. Dengan meningkatkan standar kamp, risiko-risiko ini dapat diminimalkan.

Kementerian harus mampu menyusun mekanisme evaluasi rutin yang transparan, melibatkan masyarakat sipil, dan mendengar langsung keluhan pengungsi. Tanpa suara dari mereka yang terdampak langsung, kebijakan akan tetap jauh dari realitas.

Presiden al-Sharaa benar ketika menyebut bahwa kritik adalah tanda sehatnya sebuah negara. Dalam isu pengungsi, kritik dari berbagai pihak adalah alarm yang seharusnya mendorong perubahan. Jika kementerian urusan pengungsi menutup telinga, maka penderitaan jutaan warga Suriah akan terus berlangsung tanpa solusi.

Sebagai ujian moral, isu pengungsi adalah cermin dari tanggung jawab negara terhadap warganya. Negara yang gagal melindungi pengungsi sama artinya gagal menunaikan fungsi dasarnya sebagai pelindung rakyat.

Kementerian yang bertanggung jawab perlu memastikan bahwa pengungsi tidak diperlakukan sebagai beban, melainkan sebagai warga negara yang sementara kehilangan tempat tinggal. Pendekatan humanis akan memperkuat legitimasi negara di mata rakyatnya sendiri.

Evaluasi berkelanjutan terhadap kementerian urusan pengungsi menjadi pintu masuk untuk reformasi kebijakan kemanusiaan. Dengan perbaikan struktur, transparansi, dan keterbukaan terhadap kritik, kementerian ini bisa menjadi garda terdepan dalam mengembalikan martabat jutaan pengungsi Suriah.

Masa depan Suriah tidak bisa dilepaskan dari masa depan para pengungsi. Jika kamp pengungsian ditata layak, akses pendidikan terjamin, dan hak dasar terpenuhi, maka ketika saatnya tiba untuk kembali ke kampung halaman, mereka akan siap membangun kembali negaranya.

Our Team

  • Syed Faizan AliMaster / Computers
  • Syed Faizan AliMaster / Computers
  • Syed Faizan AliMaster / Computers
  • Syed Faizan AliMaster / Computers
  • Syed Faizan AliMaster / Computers
  • Syed Faizan AliMaster / Computers